Insane Messaging

Instant messaging yang selanjutnya saya sebut IM saya pahami sebagai pesan cepat tidak singkat. Kadang tepat kadang tidak. Berbeda daripada layanan SMS atau short message services yang memang pesan singkat tapi belum tentu cepat. IM dimanfaatkan untuk keperluan mengobrol yang lebih asik karena dilengkapi berbagai ekspresi dan gambar yang lebih mantap seperti emoji dan sticker tidak terbatas hanya pada emoticon SMS yang dipakai seringnya sebatas ini :

🙂 😀 :v :’ 😦 :9 :l -_-

Mengobrol dengan layanan IM lebih asyik karena kita bisa chit chat tapi ga perlu mikirin biaya per pesan. Pahit-pahitnya kalau kuota tipis atau udah habis, barulah tidak bisa ngobrol-ngobrol cantik lewat layar handphone. Masih untung kalau di dukung sama sinyal wi-fi untuk tetap bisa chit chat. Lebih enak juga kalau mau diskusi dan sekedar nanya kabar teman lama atau mantan (kalau ga diblock). Berbagai layanan IM tersedia di apple store atau play store seperti whatsapp, line, kakaotalk, yahoo messenger yang jadul, hingga facebook messenger.

Kita jadi tau serunya ngobrol dengan orang lewat layar handphone. Sampai-sampai kita ketagihan. Merembet ke akun-akun media sosial lainnya. Seperti ngobrol atau ngomen di Instagram, Path, atau ask.fm. Semakin ketagihan dan ketagihan sampai lupa waktu, sampai kadang lupa kita sedang ketemu dan ngobrol sama orang beneran yang bukan muncul di layar hengpon, tapi depan muka, depan mata, depan hidung, depan congor.

Pada dasarnya manusia kan makhluk sosial, yang berinteraksi dengan bahasa. Bahasa verbal dari lisan, didukung oleh indra pendengaran, mata, gestur, tangan, kaki, dan rasa. Tapi terkadang itu terlupakan sehingga makhluk sosial itu menjadi makhluk media sosial. Aktif di media sosial tapi pasif di aktifitas sosial sesama manusia. Kemajuan teknologi elektronik melumpuhkan teknologi paling canggih di muka bumi. Teknologi berupa sistem kerja manusia.

Pada saat ngumpul dan ngobrol sesama manusia, sering saya alami melihat orang duduk di satu meja. Saling diam dan menatap hengponnya masing-masing. Entah kenapa dengan adanya kemudahan teknologi dan informasi saya rasa malah memudahkan kita untuk kehabisan topik untuk ngobrol. Padahal banyak topik bisa dicari dengan gugling di yahoo. Tapi bukannya begitu, malah jadi asik dengan dunia (medsos) masing-masing. Saya juga pernah begitu. Natap layar hengpon pas lagi nongkrong. Dalam keadaan tidak ada yang bisa nyari topik untuk dibahas. It’s suck aslina.

Kemudahan teknologi saya syukuri mendegradasikan nilai manusia itu sendiri (Eh, nyinyir ya maksudnya ini, bukan beneran disyukuri). Pernah saya dapat cerita seorang teman yang diputuskan pacar lewat aplikasi (sebut saja) kokotok. Pada suatu malam yang hening muncul notifikasi pada layar hengpon temen saya yang –sebut saja- bernama Ivanov. Ia dikirimi pesan oleh pacarnya –sebut saja- Shizuka yang berisi “Kita putus ya”. Wadafaga. Ketika ditembak dan jadian Ivanov bilang kalau Shizuka ini ingin “ditembak” langsung, tidak ingin kalau lewat sms atau aplikasi chitchat, karena tidak gentleman katanya. Oke dituruti lah permintaan Shizuka. Pada waktu jadian memang betul Ivanov ini menyatakan langsung. Lalu selanjutnya ketika waktu berjalan dan si Ivanov ini jadian akhirnya tiba waktu untuk putus. DAN DIPUTUSKAN LEWAT IM. What?! Egois sekali Shizuka ini. Saya dibuat tertawa sekaligus sedih dengan cerita mas Ivanov ini. Bagaimana mungkin kalau jadian ingin ketemu langsung tapi kalau putus dengan sepihak begitu hanya lewat IM. Kita singkirkan apa penyebab mereka putus. Tapi yang bisa diambil adalah Shizuka tidak menghargai nilai manusia dari Ivanov ini. Gokil sob! Gokil bukan dalam artian keren, tapi emang lo gokil gila sob. You are insane gal. Kamu tidak menghargai Ivanov sebagai manusia. Yang harus menerima berita pahit itu tidak secara langsung.

Ketika nilai dari manusia itu hilang mau jadi apalagi dari manusia? Sekarang-sekarang sudahlah tidak usah membicarakan hal yang penting di IM. Hal yang memang harus diselesaikan secara langsung antar manusia. Seperlunya saja. Situ orangnya sibuk banget kali ya. Kalau ada masalah, ketemu langsung, ngobrol, nyari solusi dengan tatap muka. Jadikan IM sebagai tempat ngobrol buat janjian tempat waktu. Bukan tempat menyelesaikan masalah. Apalagi kalau masalah itu sedang hot-hotnya. Dan kubu yang bertikai sedang dalam emosi yang terkungkung di ubun-ubun. Memaki di chat. Salah tangkap intonasi bacaan. Beuh! Runyam! Kalau ngobrol langsung ada alasan keceplosan kalau maki atau nyinggung lawan bicara. Kalau lewat chat masih bisa maki atau nyinggung berarti emang sengaja. Iya sengaja. Buat ngetik di hengpon kan kudu mikir dulu, baru ngetik. Ngetik bisa di delete atau typo. Waktu menyaring emosi dua kali lipat lebih banyak dari tatap muka langsung. Kalau mulut ngomong lebih cepet dari otak mikir masih masuk akal buat saya, karena apa yang udah keluar dari mulut ga bisa ditarik lagi. Ga ada istilah tangan mikir lebih cepet dari otak kalau lagi marah, karena sebelum mencet send di layar hengpon, sebenernya kita masih bisa ngehapus tulisannya dan ga jadi ngirim maki-makian itu. Efek sakit hati dari lawan bicara tapi tetep sama kan mau denger langsung atau baca lewat hengpon.

This instant messaging making me insane much time. Untungnya saya masih punya teman yang betul-betul merasa hidupnya menarik penuh naik turun dan jarang update kehidupan pribadinya di medsos untuk galau atau pamer. Jadi ketika terjadi sesuatu dan ingin saya tahu, mereka akan nge-chat saya, “Yan ketemu yuk, mau cerita”.

 

2016 Feb 26
Kamar Ryan

 

Kritik Untuk Diri : Agama yang Aku Anut

Aku sedang merasakan bahwa agama yang tercantum di ktp punyaku adalah bukan agama yang aku anut. Aku berpikir mungkin istilahnya agama. Tapi sekarang setelah sekian puluh tahun aku mondar-mandir di bumi dan belum pernah ke kahyangan aku hanya punya tradisi dan budaya yang diturunkan oleh kedua orang tuaku. Isi tradisinya bertema spiritual.

Sepantasnya kalau aku mengakui agama yang dianut sesuai dengan yang tercantum di ktp maka aku harus mencari tahu lebih dalam tentang ajaran-ajaran yang terkandung. Agar lebih paham sejarah panjang cerita, esensi, latar belakang, tujuan untuk segala ini itu. Bukan untuk hanya sekedar tahu (beberapa) yang diperintahkan dan tidak boleh dilanggar. Iya tahu juga hanya sekedar tahu. Apa yang diperintahkan belum dikerjakan sepenuhnya, dan hal yang dilarang untuk dijauhi dengan jarak tertentu pun sulit.

Karena hal itu maka rasa dan pikiran ragu terhadap diriku sendiri terhadap menganut agama terjadi. Apa yang aku kerjakan beberapa waktu ke belakang adalah bentuk kegiatan jasmani belaka. Tidak menyentuh boro-boro palung kalbu. Rasa terluar dari hati saja entah tersentuh seberapa banyak. Tidak diiringi niat secara vertikal. Kebanyakan masih sebatas horizontal dan kepuasan batin pribadi semata. Tidak tulus untuk Tuhan yang agama aku sembah.

Agama bukan juga hanya teori untuk sekedar dipercaya. Tidak bisa mempercayai agama yang dianut seperti kita percaya untuk mengirim barang menggunakan jasa JNE akan sampai ke penerima barang dengan tepat waktu. Jauh dari itu agama butuh aku yakini sepenuh hati. Dengan aku yakini sepenuh hati maka jalan hidupku seharusnya berarti pada trek itu, tidak boleh berada di luar trek. Bagaimana mungkin aku percaya aku menganut agama ini tapi aku sendiri jarang menghadap Tuhan. Untuk sekedar bertegur sapa saja. Tuhan tidak meminta agar aku selalu menghadap Dia. Aku hanya cukup mengingatnya setiap waktu, dan bertemu sesuai waktunya. Ah! Itu pun ogah-ogahan. Kurang baik apa coba Tuhan terhadapku. Jarang menghadap tapi masih juga disokong dan didampingi hidupku. Untuk bertemu teman aku bisa rela menyempatkan waktu dan berlama-lama. Tapi ketika aku tidak menghadap dengan temanku, mereka tidak menyokong dan mendampingiku. Tuhan yang baik atau aku yang bodoh? Dua-duanya. Aku (mungkin) hanya selalu percaya dengan-Nya tapi tidak pernah menghargainya.

 

14 Februari 2016
Kamar Ryan

Sampah!

Ada orang naik motor di jalan besar di Bandung. Sengaja minggir ke samping untuk berhenti. Bawa satu keresek putih. Lalu membuang plastik tersebut ke tempat sampah. Oh… jadi isi plastik itu adalah sampah. Kejadian nyata yang saya lihat langsung oleh dua biji mata kepala saya sendiri. Bukan mitos!

Orang buang sampah di tempat sampah biasa aja tuh. Iya biasa aja. Tapi berapa banyak orang yang milih buat jadi “luar” biasa dengan buang sampah dimana aja? Di tengah jalan, di sungai, di depan rumah orang banyak yang tiba-tiba ngelempar plastik bungkus sampah, botol plastik, atau cuma plastik bekas bungkus ciki atau wafer yang dibeli di alphamaret atau indoramet. Ga sedikit lho saya melihat tingkah orang begitu.

Hal-hal “luar” biasa sekarang udah dianggep biasa. Maka dari itu hal biasa saya bilang jadi luar biasa. Dulu banget di kota Bandung banjir adalah hal yang tabu. Tapi sekarang kalau musim penghujan bertamu di langit yang cerah tidak jarang banjir dimana-mana. Ada beberapa keluhan yang menyatakan kalau banjir karena laju pertumbuhan penduduk yang gesit sehingga pembangunan mengurangi lahan penyerapan air. Juga katanya dari kepadatan penduduk yang berdesak-desak membuat saluran air tidak mencukupi untuk membawa air dari rumah tangga dan hujan begitu saja ke muara. Karena saya memang bukan ahlinya, mungkin itu benar, tapi ada faktor semakin banyak orang yang tidak peduli sekitar, sehingga hanya untuk membuang sampah pada tempatnya itu jadi hal yang susahnya amit-amit. Tidak sedikit juga saya melihat saluran air yang dibersihkan dari sampah ternyata menghasilkan sampah yang membukit. Ada plastik-plastikan, ada batok kelapa, batang bambu, knalpot, bak truk (oke agak berlebihan).

“Yaelah Cuma plastik kecil doang.”

(plung)

Kadang berpikirnya begitu. Tapi kalau seribu orang yang mikir gitu buang sampah di sungai (aliran air) yang sama kan mampet juga. Hal kecil yang dilakukan orang di paragraf pertama kecil dan biasa banget sih sebenernya, tapi dampaknya bisa luar biasa. Dan orang-orang seperti itu sekarang butuh apresiasi.

Untuk orang-orang di luar sana. Tanpa nama saya bisa memanggilnya. Terima kasih telah melakukan hal-hal biasa yang bermanfaat.

 

2 Februari 2016
Kamar Ryan

Segitiga

Dulu saya percaya kalau pikiran (otak), rasa (hati), dan nafsu itu terikat satu sama lain. Dalam mengalami satu hal atau mengambil keputusan ketiganya terlibat, walaupun mungkin hanya salah satu yang dominan dan mengambil banyak peran untuk menentukan hasil akhir. Suatu kali ketika bertemu teman lama pasti senang, dari rasa senang mengaktifkan hormon endorphin di otak. Hasilnya hati senang, otak riang.

Terus kalau sekarang, saya mengalami segitiga yang setiap sudutnya tidak bertemu satu sama lain pada satu titik, seperti tiga garis terpisah tidak membentuk satu bidang. Otak mungkin berpikir secara terpisah dengan kedua temannya. Ketika mendapat suatu pemberian orang saya berpikir saya senang, tapi ga sampe ke rasa atau ke nafsu untuk mengharapkan dapet pemberian lain. Kalau habis dapet rejeki nomplok, bisa berupa duit, makan gratis, atau apa pun lah rasanya seneng, tapi yang ada di pikiran ga begitu, malah mungkin beberapa kali pikiran saya ga ada dimana badan berdiri, terduduk, terbaring dan kaki saya menapak. Ga tau lagi dimana. Lalu si nafsu ini entah apa maunya, kadang bawaannya kesel ga karu-karuan. Kadang mau ketemu orang, tapi urung.

Dalam satu badan terdapat tiga garis hampir bertemu, tak membentuk sudut, punya posisi mandiri. Kalau ini normal pada orang dengan fase umur segini ya biarkanlah. Saya juga belum pernah mengalami umur segini sebelumnya jadi saya ga pernah tau saya harus bagaimana di setiap fasenya. Hanya bisa berencana.

Apa karena ini akibat saya sempet mengabaikan rasa dengan perintah pikiran dan nafsu saya untuk melindungi dia dari rasa sakit? Entah. Kata temen sih ga baik karena sebagai sesama pecinta dan penikmat musik itu kita jadi kurang bisa merasa untuk membuat sebuah karya lagu. Mungkin impossible kedengerannya karena hanya saya yang merasa. Biarkanlah.

 

11 Januari 2016
Kamar Panji

Anak Kecil Tahu Apa-Apa (Bohong)

Manusia lahir dari sperma. Sperma ketemu sel telur, terjadi pembuahan lalu terbentuk adonan. Ditiupin ruh. Adonan itu sedikit demi sedikit ketemu bentuknya, mulai dari kepala hingga jari kaki yang lucu-lucu. Setelah masa inkubasi kurang lebih 9 bulan keluar lah hasilnya berupa bayi. Bayi yang menangis. Bayi manusia. Entah kenapa ekspresi yang pertama dilakukan itu menangis. Sebenernya dulu saya waktu lahir ke dunia dan menangis itu bahagia atau sedih? Bahagia karena bisa ketemu kamu atau sedih karena kamu ga jadi apa-apa buat aku (nyenggol curhat dikit).

Kalau saya lihat bayi yang baru lahir sih dia nangis karena harus lebih banyak sedihnya dari bahagianya. Mulai dari makan udah harus mulai ngunyah makanan sendiri. Asalnya bisa berenang di rahim ibu lalu harus belajar berenang lagi dari awal di air kolam. Dulu digendong terus di dalem perut tapi kemudian harus belajar jalan dengan kaki sendiri. Paling sedih sih harus mengalami kejamnya kamu menolakku, eh kejamnya dunia. Sadar ga sadar bakal ketemu dunia yang kejam. Cepat atau lambat bakal melihat yang sepatutnya tidak dilihat. Kalau ternyata dia nangis karena bahagia mungkin karena dia bisa melihat langsung wajah cantik malaikat pelindung dia selama 9 bulan silam. Ingat atau tidak ingat. Untuk alasan bahagia lainnya coba cari sendiri.

Pada fase bayi hingga balita mulailah belajar bayi itu untuk melakukan hal-hal manusiawi. Belajar kasih sayang, belajar berjalan, belajar bebicara, manggil papah, mamah, ibu, ayah, bapak, ummi, abhi, om, tante dan keluarga besar lainnya. Perlu digarisbawahi ‘belajar’nya ya, karena manusia berjalan itu bukan hakikat, insting, bawaan, default atau keahlian dari lahir. Manusia berjalan karena mau belajar untuk berjalan, maka dia bisa berjalan. Tidak disadari kemauan manusia kuat ya. Sambil belajar berjalan dan berbicara kita juga belajar berekspresi. Sedih, bahagia, takut, kaget, tegang kita tuangkan dalam tangis, senyum, tawa, teriakan. Ketika bahagia kita tersenyum, ketika bersedih kita menangis, kita jujur dengan perasaan kita, apa adanya.

Beranjak menjadi anak kecil ketika sudah punya kosakata kita mulai menuangkan ekspresi kita ke dalam kata. Apa yang bagus dibilang bagus, apa yang jelek dibilang jelek, apa yang ganteng dan/atau cantik kita bilang apa adanya. Lagi laper teriak minta makan, lagi capek langsung tidur, ada mainan lucu minta dibeliin, kalau ga dibeliin ngambek. Manja gitu kalau anak kecil. Enak sih jadi anak kecil belum terlalu mengenal tanggung jawab, etika yang berlaku, sopan santun. Kadang karena terlalu jujur dan berekspresi kita dimarahin sama orang tua.

Setelah itu kita juga kenalan sama budaya dan lingkungan. Tentu banyak dari hasil perkenalan itu yang sebenarnya baik dan benar untuk beraktifitas. Tapi ada juga hasilnya yang sedikit banyak menggerus “bawaan” kita yang jujur. Seperti dialog dibawah ini saat seorang anak bermain ke rumah temannya pada jam makan siang. A adalah saya, B adalah teman.

Ibunya B              : A, laper ga? mau makan?
A                             : Masih kenyang tante
Ibunya B              : Yakin?
A                             : Udah makan tadi di rumah
*) Lalu terdengar suara kukuruyuk dari dalam perut A

Ada beberapa yang idiom yang berkata untuk jangan ngerepotin orang. Boleh betul boleh tidak sebenarnya. Untuk kasus di atas, jangan ngerepotin orang, malu-maluin. Itu yang tertanam di benak beberapa anak sehingga terjadilah hal berikut : (1) jawaban A tidak pernah menjawab pertanyaan ibunya B, (2) A kelaperan, (3) A ga jujur dan ketahuan bohongnya pas suara gamelan dalam perutnya kedengeran nyaring ke ibunya B.

Dalam fase-fase selanjutnya karena dibiasakan seperti itu akhirnya sering terjadi adegan membohongi diri sendiri. Membohongi diri sendiri sayangnya acapkali lebih berbahaya daripada membohongi orang lain. Karena akibatnya langsung berasa.

Fase remaja ketika taksir menaksir lawan jenis menjadi biasa dan berseminya musim cinta monyet di sekolah maka adegan membohongi diri sendiri (dan orang lain) bisa sangat menyakitkan. Alkisah, ketika ngeceng siswi kelas tetangga menjadi biasa dan si ehem juga ternyata menaruh rasa pada kita, tapi sayangnya si ehem gadis idola yang dikejar banyak lelaki setengah matang yang sebaya. Kalau kamu ditanya suka atau tidak pada si ehem oleh si ehem dan karena gengsi dan malu untuk mengakui maka kamu jawab tidak, maka 95% kemungkinan si ehem itu akan jatuh ke pelukan lelaki sainganmu yang sialan itu lho. “ah, tapi kalau dia suka sama aku kan dia ga akan nerima pernyataan cinta dari pejantan lainnya”. Bullshit! Sederhana sih, kalau suka ya bilang suka, kalau enggak ya bilang enggak. Dari pihak si ehem juga kalau kamu bilang ga suka ya dia akan nungguin pernyataan cinta kamu. Lha wong kamu bilang ga suka, ngapain nolak kumbang lain? Nah, sana nikmatin rasa sakit habis itu.

Selanjutnya, selanjutnya beranjak fase dewasa kita lebih kenal dengan tanggung jawab dan empati. Kita ga mau ngecewain orang, kita ga mau menyakiti perasaan orang. Tapi itu bukan alasan yang tepat untuk berbohong sih, atau kadang selain berbohong kita juga sering mengalihkan beban kesalahan ke keadaan eksternal dari kita.Dalam kasus janjian bertemu banyak kejadian orang datang terlambat(termasuk saya). Macet sering dijadikan alasan (kadang benar macet), padahal memang berangkatnya baru pada saat waktu janjian yang telah ditentukan. Janjian ketemu jam 3 sore, pergi dari rumah jam 3 lalu nyampenya telat, alasannya macet, padahal buat pergi ke lokasi cukup dengan jalan kaki. Untuk kasus tersebut : (1) saya salah dan nyalahin kemacetan, (2) ga mau ngecewain teman janjian saya padahal udah kecewa karena ga sesuai janji, (3) saya ga ditanya alesan telatnya apa, saya cuma ngasih pernyataan, bohong, dan ga menjawab apa-apa. HAHA.

Saya bisa karena mau belajar. Seperti manusia yang belajar berjalan lalu bisa melangkah, sedikit demi sedikit saya belajar bohong, jadi terbiasa bohong. Padahal dulu sebagai anak kecil saya bisa jujur.

Kalau saya mau bisa dan ingin belajar, maka saya harus belajar untuk jujur lagi. Apa lah artinya belajar ke “bawaan” aslinya. Sepertinya tidak akan terlalu sulit.

Eh tapi, bohong itu enak sih.

 

4 Januari 2016
Kamar Ryan

Tahun Baruan Yuk!

Sekarang lagi di rumah. Ceritanya tadi ke Bandung (darimana?) dari Cimahi. Cuma lewat doang ke kopi Anjis bentaran habis itu pulang lagi. Ngapain di Kopi Anjis? Kepo deh. Jalanan rame walaupun ga sepadat malam Minggu atau jam pergi dan pulang kantor. Orang-orang seliweran di jalanan mau ngerayain tahun baru sih kayaknya. Iya saya ga yakin sama tujuan orang-orang. Saya juga pernah ngerayain tahun baru, tapi bisa dihitung dengan jari satu tangan haha, sedih yah. Saya juga pernah kabita dan pengen ngerayain tahun baru seperti orang-orang. Tapi sekarang saya bingung. Apa yang harus saya rayain dari tahun baru? Apa yang harus bikin saya seneng ketika angka tahun itu berganti, bertambah satu? Emang saya udah ngapain di tahun ini biar bisa dirayain pas pergantian tahun? Udah banyak yang bisa saya kasih? Kalau yang saya dapet sih banyak. Prestasi saya di taun ini dikit bahkan secuil banget, itu pun kalau punya SIM A baru bisa dibilang prestasi. Terus apalagi prestasinya? Yah ga ada yang patut dibanggakan dan dirayakan sih. Prestasi aja ga ada terus saya harus ngerayain gimana.

Kalau tahun baru itu digunakan sebagai ajang memperbaharui diri, maka butuh waktu lama buat saya berubah menjadi lebih baik. Kalau tahun baru itu dijadikan titik balik dengan berbagai pengharapan baru maka butuh waktu banyak untuk saya punya mimpi. Saya ga ngerti doang sekarang kenapa mesti tahun baru, kenapa mesti dirayain. Saya punya hari-hari yang berganti, yang ditandai sama gelap malam dan bangun tidur di pagi (kadang siang, sering sih) hari buat memperbaharui diri sebenernya. Ah tapi itu juga sering saya sia-siakan. Pfffttt.

Saya ga tau sih sejarahnya perayaan taun baru itu alesannya apa dan esensinya gimana. Males nyari tau juga sih. Dengan waktu yang terus berputar harus dirayain seakan-akan kita punya waktu. Padahal titipan doang. Apa yang udah saya lakukan dengan waktu ngomong-ngomong? Nanti yang punyanya nanya pas bareng sama waktu saya bisa bingung kan jawabnya, jarang kerja bareng, jarang baik-baik sama waktu. Hayoloh. Pffftttt.

Ribet amat yak mikirin taun baruan doang. Sederhana sih, yaudah rayain aja kayak orang-orangatau ga usah di rayain juga ga apa-apa. Anggep aja ada waktu buat kumpul dengan keluarga, sanak famili, handai taulan, sahabat, teman, mau bagaimana pun bentuknya, toh mumpung tanggal merah juga kan, enak libur. Momen buat berkumpul dan menjalin silaturahmi. Jangan banyak dipikirin, jangan sok beda dari orang lain deh, jangan sok-sok mikir deh.

 

31 Desember 2015
Kamar Ryan

Balada Ruang Sempit

Aku benci kamu, kamu beda
Kamu harus aku, aku bukan kamu
Aku terganggu, tersinggung
Akal teraniaya
Aku cerdas, tidak lainnya

Sekarang dunia mabuk
Akibat mereka, kamu di dalamnya
Masih dunia sempoyongan
Kamu harus ubah, dan aku cukup diam
Semua terlena di belakang
Kubiarkan saja
Egoku
Sendiri

Aku benci kamu, kamu beda
Kamu harus aku, ku tak mau tahu
Tidak boleh tidak tuk setuju
Terserah caranya
Pikir saja, jangan bertanya

September 2015

 

Mandi di SPBU

Well, is it a kind of my diary? What the hell. I just wanna write. Period. Salah satu raihan terbaik selama hidup bagi saya adalah mandi. Oke saya terkadang sering ga mandi. Bukan malas. Perlu ditekankan BUKAN MALAS. Saya hanya menjalankan slogan “save water, safe lifes”. Tujuan mulia saya adalah saya bersyukur masih bisa menghemat air dengan memakainya secukupnya karena selain sering merasa diri saya bersih tapi juga bentuk empati saya terhadap orang-orang yang kesulitan air bersih. Mungkin terkesan nyari alibi, tapi bukan. Ini merupakan bentuk saya agar bisa sombong aja nunjukkin sisi diri yang empati. Eh tapi sombong tidak baik jadi terserah mau dikatakan apa terhadap pemikiran saya ini. Please just do judge me anyway.

Untuk hari ini saya ga sekedar mandi. Saya mandi di SPBU di sekitaran Cibiru. Iya mandi di kamar mandi SPBU!.Siang-siang. Tahu kenapa saya mandi di SPBU siang-siang? Ga mau jawab? Ga mau nebak? Bodo amat.

Oke, jadi gini ceritanya. Biar ada latar belakang dan tujuan dari cerita. Saya dari Jatinangor mau ke Cimahi. Jatinangor itu sebuah desa di Kabupaten Sumedang. Alasan saya ke Jatinangor adalah untuk tujuan bisnis. Oke, “bisnis”. Saya di Jatinangor dari hari Jum’at dan saya ke Cimahi itu hari Selasa. Kenapa saya ke Cimahi? Karena saya mau setor muka ke bapak saya di rumah. Sibuk juga saya dari Jum’at sampai Selasa di Jatinangor ngurusin bisnis. Padahal urusan “bisnis”nya Cuma 2 hari loh hari Jum’at sama Minggu, terus kenapa saya mesti lama-lama di Jatinangor. Tak tahulah, mungkin agar cuma merasa sibuk.

Kembali ke topik mandi. Pertama saya ga perlu kasih tahu lah berapa kali saya mandi selama 5 hari Jatinangor karena entar disangka sombong (lagi), tapi untuk hari Selasa kebetulan saya emang belum mandi pagi. Pagi hari saya berangkat dari Jatinangor ke Cimahi memang sudah dihiasi awan yang gelap. Entah karena memang sedang musim hujan atau memang pertanda saya harus kena air. Menyusuri daerah Cileunyi lalu Cibiru dipayungi awan mendung membuat hati saya gelisah. Saya ga mau kena air hari ini! Apalagi basah hujan-hujanan. Bukannya tidak mensyukui karunia Tuhan berupa hujan, tapi hanya tidak mau. Seiring berjalannya motor saya dan saya di atasnya menunggangi motor itu terjadilah hal yang paling saya cemaskan hari itu. Hujan sedari Cibiru. Akibat dari hujan tersebut dan kebetulan motor saya yang sedang tidak ada bensin untuk mengarungi perjalanan jauh maka saya berniat mengisi bensin di SPBU. Pada saat mengisi bensin itulah hujan semakin deras. Apa yang bisa saya lakukan ada dua pilihan melaju menembus cuaca atau berteduh dahulu di SPBU. Akhirnya saya memilih opsi kedua dimana saya berteduh dulu saja. Orang lalu lalang, ramai-ramai berteduh, ada yang shalat di mushola. Lalu saya bisa apa? Untuk mengisi waktu luang saya teringat selalu membawa peralatan mandi bila bepergian dan memang berniat menginap kalau ke Jatinangor. Terjadilah niat mulia itu. Saya melangkah menuju kamar mandi lalu saya bongkar isi tas saya, dan … kulucuti semua pakaian yang menempel di tubuh saya lalu bam! Saya mandi di kamar mandi SPBU.

Ada rasa kurang menikmati sih mandi di situ. Bukan karena emang saya ga biasa terlalu menikmati kegiatan mandi tersebut tapi selain itu karena itu kamar mandi umum, takutnya kan ada yang mau menggunakan juga juga karena airnya itu … gimana ya nyeritainnya. Bukan kotor, tapi ya ga lebih enak dari air di rumah sendiri kalau digunakan untuk mandi. Apa saya yang terlalu perasa atau emang lebaynya kadang berlebihan ya sampe air yang hanya ngalir di kulit itu punya rasa yang berbeda dengan tempat lainnya. Tadinya saya mau menceritakan detail kegiatan saya mandi tapi ga jadi takutnya kalian jadi berimajinasi yang iya-iya terhadap saya.

Setelah kegiatan mandi tersebut yang kurang lebih menyandera saya di kamar mandi selama setengah jam, dalam keadaan badan sudah lebih segar dan bersih lalu saya ditambah nikmat duniawinya sama Yang Kuasa, karena ketika keluar kamar mandi hujan mereda seakan saya diperbolehkan pulang segar dengan air mandi bukan air hujan. Walaupun pada perjalanan saya sempet kehujanan juga ya tidak masalah. Karena misi saya untuk mandi di SPBU tapi bukan dalam rangka perjalanan jauh atau lagi traveling terwujud.

Kesimpulan dari cerita ini adalah

Jangan lupa mandi setiap hari bila ingin. – Ryan

15 Desember 2015
Kamar Ryan

Hello

Semacam menuangkan apa saja yang ada di pikiran.
ada curhatan, hasil melihat lingkungan, apa yang dirasa, dan apa yang dipikirkan
kebanyakan tulisannya diketik saat berada di kamar
Nulisnya ada di tanggal, tapi postingnya entah kapan, pasti beda tanggalnya 😀

Feel free to judge me, and please do judge me if you want, because I don’t care
Just don’t sue me.

– Ryan

ini Blog Saya Juga by the way