Instant messaging yang selanjutnya saya sebut IM saya pahami sebagai pesan cepat tidak singkat. Kadang tepat kadang tidak. Berbeda daripada layanan SMS atau short message services yang memang pesan singkat tapi belum tentu cepat. IM dimanfaatkan untuk keperluan mengobrol yang lebih asik karena dilengkapi berbagai ekspresi dan gambar yang lebih mantap seperti emoji dan sticker tidak terbatas hanya pada emoticon SMS yang dipakai seringnya sebatas ini :
đ đ :v :â đŚ :9 :l -_-
Mengobrol dengan layanan IM lebih asyik karena kita bisa chit chat tapi ga perlu mikirin biaya per pesan. Pahit-pahitnya kalau kuota tipis atau udah habis, barulah tidak bisa ngobrol-ngobrol cantik lewat layar handphone. Masih untung kalau di dukung sama sinyal wi-fi untuk tetap bisa chit chat. Lebih enak juga kalau mau diskusi dan sekedar nanya kabar teman lama atau mantan (kalau ga diblock). Berbagai layanan IM tersedia di apple store atau play store seperti whatsapp, line, kakaotalk, yahoo messenger yang jadul, hingga facebook messenger.
Kita jadi tau serunya ngobrol dengan orang lewat layar handphone. Sampai-sampai kita ketagihan. Merembet ke akun-akun media sosial lainnya. Seperti ngobrol atau ngomen di Instagram, Path, atau ask.fm. Semakin ketagihan dan ketagihan sampai lupa waktu, sampai kadang lupa kita sedang ketemu dan ngobrol sama orang beneran yang bukan muncul di layar hengpon, tapi depan muka, depan mata, depan hidung, depan congor.
Pada dasarnya manusia kan makhluk sosial, yang berinteraksi dengan bahasa. Bahasa verbal dari lisan, didukung oleh indra pendengaran, mata, gestur, tangan, kaki, dan rasa. Tapi terkadang itu terlupakan sehingga makhluk sosial itu menjadi makhluk media sosial. Aktif di media sosial tapi pasif di aktifitas sosial sesama manusia. Kemajuan teknologi elektronik melumpuhkan teknologi paling canggih di muka bumi. Teknologi berupa sistem kerja manusia.
Pada saat ngumpul dan ngobrol sesama manusia, sering saya alami melihat orang duduk di satu meja. Saling diam dan menatap hengponnya masing-masing. Entah kenapa dengan adanya kemudahan teknologi dan informasi saya rasa malah memudahkan kita untuk kehabisan topik untuk ngobrol. Padahal banyak topik bisa dicari dengan gugling di yahoo. Tapi bukannya begitu, malah jadi asik dengan dunia (medsos) masing-masing. Saya juga pernah begitu. Natap layar hengpon pas lagi nongkrong. Dalam keadaan tidak ada yang bisa nyari topik untuk dibahas. Itâs suck aslina.
Kemudahan teknologi saya syukuri mendegradasikan nilai manusia itu sendiri (Eh, nyinyir ya maksudnya ini, bukan beneran disyukuri). Pernah saya dapat cerita seorang teman yang diputuskan pacar lewat aplikasi (sebut saja) kokotok. Pada suatu malam yang hening muncul notifikasi pada layar hengpon temen saya yang âsebut saja- bernama Ivanov. Ia dikirimi pesan oleh pacarnya âsebut saja- Shizuka yang berisi âKita putus yaâ. Wadafaga. Ketika ditembak dan jadian Ivanov bilang kalau Shizuka ini ingin âditembakâ langsung, tidak ingin kalau lewat sms atau aplikasi chitchat, karena tidak gentleman katanya. Oke dituruti lah permintaan Shizuka. Pada waktu jadian memang betul Ivanov ini menyatakan langsung. Lalu selanjutnya ketika waktu berjalan dan si Ivanov ini jadian akhirnya tiba waktu untuk putus. DAN DIPUTUSKAN LEWAT IM. What?! Egois sekali Shizuka ini. Saya dibuat tertawa sekaligus sedih dengan cerita mas Ivanov ini. Bagaimana mungkin kalau jadian ingin ketemu langsung tapi kalau putus dengan sepihak begitu hanya lewat IM. Kita singkirkan apa penyebab mereka putus. Tapi yang bisa diambil adalah Shizuka tidak menghargai nilai manusia dari Ivanov ini. Gokil sob! Gokil bukan dalam artian keren, tapi emang lo gokil gila sob. You are insane gal. Kamu tidak menghargai Ivanov sebagai manusia. Yang harus menerima berita pahit itu tidak secara langsung.
Ketika nilai dari manusia itu hilang mau jadi apalagi dari manusia? Sekarang-sekarang sudahlah tidak usah membicarakan hal yang penting di IM. Hal yang memang harus diselesaikan secara langsung antar manusia. Seperlunya saja. Situ orangnya sibuk banget kali ya. Kalau ada masalah, ketemu langsung, ngobrol, nyari solusi dengan tatap muka. Jadikan IM sebagai tempat ngobrol buat janjian tempat waktu. Bukan tempat menyelesaikan masalah. Apalagi kalau masalah itu sedang hot-hotnya. Dan kubu yang bertikai sedang dalam emosi yang terkungkung di ubun-ubun. Memaki di chat. Salah tangkap intonasi bacaan. Beuh! Runyam! Kalau ngobrol langsung ada alasan keceplosan kalau maki atau nyinggung lawan bicara. Kalau lewat chat masih bisa maki atau nyinggung berarti emang sengaja. Iya sengaja. Buat ngetik di hengpon kan kudu mikir dulu, baru ngetik. Ngetik bisa di delete atau typo. Waktu menyaring emosi dua kali lipat lebih banyak dari tatap muka langsung. Kalau mulut ngomong lebih cepet dari otak mikir masih masuk akal buat saya, karena apa yang udah keluar dari mulut ga bisa ditarik lagi. Ga ada istilah tangan mikir lebih cepet dari otak kalau lagi marah, karena sebelum mencet send di layar hengpon, sebenernya kita masih bisa ngehapus tulisannya dan ga jadi ngirim maki-makian itu. Efek sakit hati dari lawan bicara tapi tetep sama kan mau denger langsung atau baca lewat hengpon.
This instant messaging making me insane much time. Untungnya saya masih punya teman yang betul-betul merasa hidupnya menarik penuh naik turun dan jarang update kehidupan pribadinya di medsos untuk galau atau pamer. Jadi ketika terjadi sesuatu dan ingin saya tahu, mereka akan nge-chat saya, âYan ketemu yuk, mau ceritaâ.
2016 Feb 26
Kamar Ryan