Sebuah film yang menampilkan artis-artis ternama di Amerika dalam kumpulan cerita pendek berlatarkan kedai kopi berjudul Coffee and Cigarettes tidak akan pernah benar-benar tercipta di zaman kiwari. Film ini menceritakan ragam adegan dan dialog yang mungkin dan umum terjadi ketika orang-orang bertemu untuk meminum kopi bersama.
Bagaimana orang hanya ingin bertemu tanpa ada yang ingin dibicarakan. Bagaimana orang mau menikmati waktu sendiri. Bagaimana orang kehabisan kata untuk bicara dan berusaha sekuat mungkin menjauhkan kesunyian dan kekosongan meja mereka dari sebuah pembicaraan. Bagaimana pula orang mengomentari rokok yang dibakar dan dihisap ketika berteman dengan secangkir kopi. Bagaimana juga caranya interaksi tetap terjalin tanpa menyinggung perasaan lawan bicara kita. Dan bagaimana-bagaimana lainnya semua terkumpul dalam film ini.
Tentunya hal-hal demikian akan bisa disederhanakan dengan mudah di zaman kiwari ini. Ketika kita kehabisan topik bahan untuk bicara di masa dewasa ini kita bisa berlari ke gawai kita, membuka media sosial, mencari “kehidupan lain”. Saat kita merasa tersinggung dengan sebuah perkataan dari lawan bicara kita, kita bisa langsung bersikap acuh tak acuh dengan tatapan beralih ke gawai kita. Sudah tidak ada seni lagi dalam berbincang sesama manusia di kedai kopi. Atau sebut saja interaksi yang bersifat nyata itu sudah berada di titik nadir dalam kehidupan kita. Selain karena hal tersebut, ketika kita berkumpul bersama teman atau kerabat ketika berada di kedai kopi, kita mementingkan konten untuk ditayangkan di media sosial kita dengan “mengabadikan momen” melalui swafoto atau foto bersama. Hilang sudah momen yang abadi yang dapat tercipta dari obrolan-obrolan ringan hingga sangat dalam saat bersama orang yang kita kasihi. Ikatan yang tak kasat mata tapi sungguh terasa nyata perlahan-lahan semakin tipis karena kepentingan konten di media sosial tersebut. Kita seringkali lebih mementingkan tampak dekat dengan beberapa orang dengan konten foto tersebut daripada betul-betul dekat dengan orang yang kita temui.
Tidak ada salahnya kita berfoto dengan orang-orang yang memang dekat dengan kita. Tapi bila kegiatan foto bersama dan kemudian setelah foto masing-masing kita langsung sibuk mengunggah kebersamaan sebagai sebuah konten di setiap pertemuan, maka esensi apa yang masih kita dapatkan dari pertemuan itu? Ada sebagian waktu, tenaga, dan pikiran yang kita sisihkan untuk bertemu dengan orang-orang tersebut. Akankah semua hal yang kita sisihkan itu menjadi mengambang dalam kesia-siaan demi sebuah konten? Tentunya sangat sayang bila jawaban itu adalah iya.
Sedikit membahas tentang film Coffee and Cigarettes sendiri, film yang dirilis pada tahun 2003 ini berwarna hitam putih, walaupun sebenarnya sudah ada teknologi film berwarna. Semua pemeran di film ini memerankan diri mereka masing-masing. Aktor Bill Murray berperan sebagai seorang Bill Murray, begitu juga dengan Steve Buscemi ataupun Iggy Pop dan yang lainnya. Tidak ada transisi antara cerita satu dan selanjutnya. Semua adalah kumpulan cerita terpisah dengan pemeran yang berbeda di setiap ceritanya. Artis-artis ternama dikumpulkan dalam suatu kumpulan cerita yang sederhana, mencoba menarik perhatian khalayak untuk menonton film ini. Untuk saya pribadi ketika saya menonton film ini saya seperti berada di kedai kopi menyajikan minuman sebagai seorang jurubar — atau secara awam disebut barista, dan menyaksikan ragam tingkah polah konsumen di meja-meja yang berbeda. Tanpa gawai pintar mereka. Di setiap mejanya hanya ada konsumen yang berbincang langsung, gelas-gelas kopi, kepulan asap rokok dari setiap meja, dan cerita yang benar-benar (sepatutnya) terjadi.
Dalam film Coffee and Cigarettes bila tayang dalam waktu belakangan ini, tentunya akan menjadi sebuah kritik bagi kita semua bila dilihat dari sudut pandang yang tepat tentang apa yang seharusnya terjadi di sebuah kegiatan minum kopi bersama: berbicara, bercanda, berdiskusi, bertukar kabar, berbagi pengalaman, hingga membual sekalipun. Semoga kita semua kembali menjadi homo socio yang asli, bukan homo medio socio.
315/365
12 November 2018